Nyeri Cinta
Batu gunung lumut
waktu
Angin mendesau, batu
bisu
Menyangga ngilu langit yang berlobang
Pantulan
kaca-kaca miskin jiwa
Kemana perginya
cinta
Dan gunung
menjadi pisau raksasa
Berkilatan
lukisan mengerikan
Batu kali ganggang
hari
Deras air kali,
hutan merah
Didera Lumpur
panas
Masih juga sabar
mencatat
Bencana peristiwa
bertubi-tubi
Batu nyeri,
menahan pahatan
Tatahan zaman,
reca
Tak juga tetes
luh
Sebab tetes peluh
pemahat
Terus belajar
tanggung jawab
Kerja, cinta tanpa
kata-kata
Studio emprak, 24408
Hikayat Derita
Sepotong hati terus saja nyeri
Sejak pisau dendam itu mengiris tak henti
Sebab cinta menjadi pertaruhan keasabaran
Gagal menuai kenikmatan
Hari-hari rangkaian duri
Kemana harus
berjalan menyusuri kali-kali
Yang damai jernih
air kesetiaan
Mengalir pada
sisa usia
Entahlah, kapan
sampai di muara
Merenangi nasib
tak habis-habis
Bukan keluh,
hanya menunggu
Istirahat yang
nyaman
(siapa meniup
seruling ngilu)
Bibir Mawar
Seindah itu senyum meneteskan madu
Hingga hati yang sakit tertahan nyeri hari
Mengembanglah sayap-sayap kekupu
Di taman firdaus kembang warna warni
Wangi berpendaran dari bibir mawar
Engkaukah yang menggumamkan
Hujan, bagi tanah kering
Yang dirindukan berwindu-windu?
Senyum paling indah bibir mawar
Mengecup mesra awal pertemuan; kematian
Studio emprak, 4508
0 Comments